"Habemus Papam!" seru Kardinal Dominique Mamberti begitu muncul di balkon Basilika Santo Petrus, mengumumkan bahwa pemimpin Vatikan telah terpilih.

Dunia pun menyambut Paus Leo XIV, pemimpin ke-267 dalam sejarah Gereja Katolik, menjadi suksesor dari Paus Fransiskus yang wafat pada 21 April 2025 lalu. Dia adalah&nbsp;Robert Francis Prevost, kardinal asal AS yang sebelumnya dikenal sebagai uskup di Kota Chiclayo, Peru.

Kardinal Prevost menjadi Paus pertama dari AS dalam sejarah Gereja Katolik. Latar belakangnya sebagai misionaris memberinya pengalaman langsung menghadapi umat di lapangan, terutama yang hidup dalam kondisi sosial yang sulit.

Banyak pihak percaya hal ini akan memengaruhi gaya kepemimpinannya sebagai paus; lebih dekat dengan rakyat, sederhana, dan penuh perhatian pada keadilan sosial. Mungkin karena alasan ini pula dia memilih nama kepausan&nbsp;Leo XIV.

Perlu kamu tahu, setiap paus terpilih dipersilakan menggunakan nama pilihannya sendiri, yang biasanya mencerminkan inspirasi spiritual atau visi masa depan mereka. Sebagi contoh, pemimpin sebelumnya yakni Jorge Mario Bergoglio memilih menggunakan nama Paus Fransiskus.

Nah, dengan memilih nama Leo XIV, Kardinal Prevost agaknya pengin mengambil warisan dari Paus Leo XIII (1878–1903) yang dikenal karena ajarannya tentang keadilan sosial, hak buruh, dan keterbukaan terhadap sains.

Dengan menggunakan nama Paus Leo XIV, besar kemungkinan pemimpin Vatikan terbaru ini akan fokus pada isu-isu modern seperti ketimpangan sosial, migrasi, lingkungan, dan dialog antaragama. Hal tersebut bisa dilihat dari pesan singkat yang disampaikannya pada pidato perdana sang Paus.

Dalam pidatonya, Paus Leo XIV menyampaikan pesan sederhana, tapi bermakna mendalam; yakni tentang perdamaian dan persaudaraan serta harapan. Dia menegaskan bahwa dunia membutuhkan “Cahaya Kristus” di tengah kekacauan dan ketidakpastian zaman.

Paus Leo XIV juga mengajak umat Katolik di seluruh dunia untuk berjalan bersama menuju masa depan yang penuh harapan dalam damai, penuh kebersamaan dan persaudaraan. Hm, sungguh pesan yang bikin adem, ya?

Pemilihan Paus Leo XIV bukan hanya peristiwa keagamaan yang hanya akan diperingati golongan tertentu. Secara global, ini juga menjadi pesan dan kampanye untuk menumbuhkan kasih antarsesama manusia yang harus terus dijaga. (Siti Khatijah/E07)

Inibaru.id - Setelah konklaf yang berlangsung selama dua hari, asap putih akhirnya mengepul dari cerobong Kapel Sistina di Vatikan. Paus baru telah terpilih pada Kamis (8/5/2025) waktu setempat.

Dalam tradisi Katolik, kepulan asap ini disebut fumata bianca, simbol bahwa para kardinal dunia yang mengikuti konklaf atau rapat tertutup di Vatikan telah sepakat memilih pemimpin Gereja Katolik sedunia yang baru. Asap putih menandakan terpilihnya paus baru ini disambut dengan suka cita.

Habemus Papam! Mengepulnya asap putih di Vatikan menandakan terpilihnya Paus baru di Vatikan. Dia adalah Kardinal Robert Francis Prevost, paus pertama dari AS yang kini menyandang nama Paus Leo XIV.

Fumata Bianca; Dunia Menyambut Paus Leo XIV, Pertama dari Amerika Serikat

Sebagian besar warga Desa Wisata Pawon Salak juga berprofesi
sebagai petani salak. Maka, di sana ada banyak kebun salak yang melimpah.
Nah, karena merasa ada potensi besar dari kebun-kebun salak tersebut, warga pun
berkolaborasi untuk membentuk wisata petik salak di sana.

 Potensi wisata di desa ini memang cukup besar karena didukung dengan pemandangan alam pedesaan dan segarnya udara di lereng Gunung
Merapi yang bisa dinikmati setiap saat.

“Karena direkomendasikan tetangga, saya jadi penasaran untuk
main ke sini. Ternyata seru juga bisa metik salak sendiri, meski agak takut
kena durinya juga. Untungnya sudah dikasih tahu caranya dan juga dibantu tadi,”
ungkap salah seorang pengunjung dari Cebongan, Sleman, Afiyanti Suharto pada Kamis
(8/5/2025).

Dia juga mengaku puas dengan rasa salak pondoh yang dia
petik sebelumnya.

“Saya kebetulan suka banget dengan buah salak, sering beli
sendiri untuk camilan. Pas nyicipi salak yang dipetik di sini, puas karna
dagingnya tebal dan rasanya juga manis,” lanjut Afiyanti.

Hal lain yang bisa dia dapatkan dari kunjungan ke Desa
Wisata Pawon Salak adalah informasi tentang bagaimana cara menanam dan merawat
salak. Dia juga mendapatkan penjelasan tentang apa saja produk olahan yang bisa
dihasilkan dari salak.

“Di sini ada berbagai varian salak seperti salak pondoh,
salak manggala, sampai salak gading. Tadi juga melihat produk olahan salak
seperti dodol, sirup, keripik, bahkan sampai jadi kopi,” terangnya.

O ya, salak-salak yang kamu petik juga boleh dibawa pulang, tentu saja setelah kamu bayar sesuai dengan harga dan takaran, ya, Millens.
Yang pasti, dengan tiket masuk seharga Rp15 ribu per orang, kamu bisa makan
salak sepuasnya di sana.&nbsp;

Nah, buat kamu yang suka banget dengan buah kaya nutrisi ini, wajib banget mampir ke lokawisata alam tersebut!&nbsp;(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Salak bisa dengan mudah kamu beli di
toko buah atau pasar dengan harga murah. Rasanya enak sehingga bisa dijadikan
camilan. Tapi, kepikiran nggak seperti apa serunya kalau bisa mencicipi salak
yang kamu petik sendiri di kebunnya? Nah, kamu bisa merasakan hal ini di Wisata
Petik Salak di Magelang.

Lokasinya ada di Desa Wisata Pawon Salak yang ada di
Kecamatan Srumbung, tepatnya di Dusun Nganggrung. Kalau dari pusat Kota
Magelang, jaraknya sekitar 28 kilometer ke arah tenggara, nggak jauh dari tapal batas Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, yang juga dikenal sebagai
kabupaten penghasil salak.

Di Kabupaten Magelang, terdapat Desa Wisata Pawon Salak. Di sana, selain memetik dan makan salak sepuasnya, kamu bisa belajar tentang budi daya sekaligus produk-produk olahan buah kaya manfaat ini, lo.

Buah Segar hingga Produk Olahan; Semua Ada di Wisata Petik Salak Magelang

“Biasanya kan kalau ada bukit yang jadi tempat petilasan,
pada akhirnya juga disebut gunung meski ukurannya nggak besar. Mirip dengan
Gunung Kemukus gitu,” ceritanya pada Rabu (7/5/2025).

Berlokasi di Desa Glempangpasir, sekitar 30 kilometer
sebelah timur dari pusat kota Cilacap, Gunung Srandil kerap didatangi peziarah
yang pengin melakukan ritual seperti bersemedi gitu, Millens. Yang
datang nggak hanya masyarakat dari Cilacap dan sekitarnya, melainkan dari wilayah lain di
Jawa Tengah, Sumatera, Bali, hingga Kalimantan.

Banyak dari mereka yang bersemedi di petilasan Sultan
Mukhriti, tokoh yang dikenal sebagai putra mahkota Ratu Sumenep, Madura. Di
kawasan yang sama pula, ada petilasan dari sejumlah tokoh lainnya seperti
Juragan Dampo Awang, Hyang Sukma Sejati, Ki Semar Tunggul, Dewi Tanjung
Sekarsari, atau Kanjeng Gusti Agung.

Ada juga petilasan yang lokasinya persis di puncak bukit tersebut,
yaitu Langlang Buwana. Hm, namanya sering kita pakai untuk merujuk aktivitas
berkelana, ya?&nbsp;

“Setahu saya dari cerita tetangga, selain karena adanya
petilasan-petilasan tersebut, Gunung Srandil juga punya cerita legenda Bima,”
lanjut Dwi yang berasal dari Kabupaten Grobogan tersebut.

Konon, pada zaman dahulu, Bima marah besar usai diejek oleh
Ki Drona. Bukannya menyerang Ki Drona, dia menendang Gunung Semeru. Nah,
bongkahan Gunung Semeru yang ditendang itu terlempar ke sejumlah tempat. Salah
satunya kemudian yang jadi Gunung Srandil itu.

Nama Srandil sendiri konon muncul dari kata Bahasa Jawa sranane
adil. Kalau soal penamaan ini, berasal dari cerita legenda Ki Ismoyo Jati
yang kerap bersemedi di puncak bukit tersebut.

Ki Ismoyo Jati yang dikenal sakti mandraguna berpesan kepada
masyarakat sekitar bahwa kalau ada warga yang pengin dikabulkan hajatnya usai
bertapa di bukit tersebut, harus berlaku adil terhadap sesama. Istilahnya
adalah sranane adil. Nah, frasa itu kemudian disingkat warga setempat
sebagai Srandil, deh.

Nggak jauh dari Petilasan Gunung Srandil, ada gunung lain
yang lebih tinggi dengan pemandangan yang istimewa bernama Gunung Selok.
Layaknya Gunung Srandil, Gunung Selok juga sebenarnya hanya bukit dengan tinggi
sekitar 100 meteran. Keberadaan kedua bukit ini seperti jadi anomali karena
sebagian besar wilayah pesisir Cilacap cenderung datar. (Arie Widodo/E05)

Inibaru.id – Lima tahun berlalu semenjak Dwi Sujarwo kali
pertama pindah ke Cilacap, Jawa Tengah. Tapi, baru kali ini dia mengerti alasan
mengapa di dekat dengan tempat tinggalnya yang ada di Kecamatan Adipala, ada
sebuah tempat yang disebut dengan Gunung Srandil.

Dulu, Dwi bingung mengapa tempat tersebut disebut sebagai
Gunung Srandil meski sebenarnya hanya berupa bukit yang tingginya hanya
beberapa puluh meter. Usut punya usut, ternyata lokasi tersebut adalah sebuah
petilasan yang sering dikunjungi peziarah.

Tinggi Gunung Srandil hanya puluhan meter. Tapi selalu didatangi peziarah dari berbagai wilayah setiap hari. Memangnya, ada apa sih di gunung yang ada di Cilacap, Jawa Tengah ini?

Luapan Kemarahan Bima Menjelma Gunung Srandil di Cilacap

Penyerahan rekor dilakukan dalam sebuah seremoni meriah di Mahima Hotel Semarang. Ajivas disambut meriah dengan pengalungan bunga, sementara para tamu undangan disuguhkan dokumentasi perjalanan yang menunjukkan daya tahan Mecha Kingkong di berbagai medan.

Vice President Goda, Roc Li, menyebut keberhasilan ini sebagai tonggak penting menuju ambisi Goda menjadi pemimpin kendaraan listrik di Asia Tenggara. Dia menekankan bahwa Mecha Kingkong mencerminkan potensi Indonesia dalam menciptakan kendaraan listrik yang nggak hanya canggih, tetapi juga tangguh dan aman.

Sementara itu, Kepala Divisi MURI Semarang, Ari Andriani, menyampaikan apresiasinya atas pencapaian ini. Menurutnya, keberhasilan ini membuktikan bahwa motor listrik dapat digunakan untuk perjalanan jauh, bukan hanya untuk mobilitas dalam kota.

Acara turut dimeriahkan dengan hiburan musik, sesi test drive Mecha Kingkong, dan sesi foto bersama. Para tamu, termasuk awak media dan sejumlah publik figur, antusias menyambut inovasi ini sebagai langkah maju kendaraan listrik nasional.

Dengan rekor ini, Goda semakin percaya diri untuk melanjutkan inovasi. Tour the Java bukan sekadar pencapaian teknis, tapi juga menjadi simbol semangat Goda dalam menghadirkan solusi mobilitas masa depan bagi masyarakat Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Wah, keren ya? Hayo, masih ragu kalau motor listrik nggak bisa dipakai buat perjalanan jauh?&nbsp;(Siti Zumrokhatun/E01)&nbsp;

Inibaru.id - PT Goda Technology Group mencatatkan sejarah baru dengan motor listrik andalannya, Mecha Kingkong, yang sukses menempuh perjalanan sejauh 2.776 kilometer dalam misi bertajuk "Tour the Java". Atas pencapaian tersebut, Goda resmi menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori “Perjalanan Motor Listrik Menempuh Jarak Terjauh di Indonesia.”

Dimulai pada 22 April 2025 dari markas Goda di Semarang, perjalanan ini menelusuri rute pantai utara menuju Banyuwangi, lalu kembali ke Semarang melalui jalur selatan lewat Banten. Rider Jati Wahyu Aji, atau Ajivas, menuntaskan misi selama 10 hari tanpa kendala teknis, meski harus menghadapi cuaca ekstrem dan kondisi jalan yang menantang.

Motor listrik Mecha Kingkong produksi PT Goda Technology Group sukses mencetak rekor MURI setelah menyelesaikan perjalanan sejauh 2.776 kilometer dalam misi Tour the Java, membuktikan daya tahan dan potensi kendaraan listrik buatan Indonesia.

Goda Mecha Kingkong Tembus Rekor MURI, Buktikan Ketangguhan Motor Listrik Karya Anak Bangsa

Konon, banyaknya kembar di sana terkait dengan adanya “sumur
kembar” misterius yang ada di Desa Hexi di pinggiran Mojiang. Air dari sumur
tersebut pada zaman dahulu dikonsumsi oleh para lelulur penduduk Mojiang dan diyakini
jadi penyebab mengapa banyak orang tua di sana melahirkan anak kembar.

Menariknya, mitos tersebut dipercaya sampai sekarang, lo. Pasangan
baru yang belum dikaruniai anak atau yang pengin punya anak kembar, banyak yang
datang ke sumur tersebut untuk meminum airnya demi mendapatkan keturunan, Millens.

Nah, demi merayakan keunikan ini, warga dan pemerintah
Mojiang pun memutuskan untuk menjadikannya sebuah festival. Dari yang awalnya
hanya festival bersifat kedaerahan, lambat laun festivalnya dikenal seantero
Tiongkok. Bahkan, kini yang meramaikan festival ini adalah pasangan kembar dari
berbagai negara di dunia.

Yang bikin festivalnya jadi lebih seru, pasangan-pasangan
kembar ini memakai pakaian yang menunjukkan simbol atau adat di asalnya. Sebagai
contoh, ada dua orang kembar dari Korea Selatan yang datang dengan hanbok,
pasangan kembar yang memakai pakaian khas Sri Lanka, atau orang-orang dari
Eropa yang memakai baju timnas sepak bola negaranya.

Nggak hanya berkumpul, mereka juga diperkenankan untuk
mengikuti Twin Star Talent Competition alias ajang adu bakat seperti menyanyi,
menari, atau bakat-bakat lainnya yang seru. Makanya, setiap kali digelar, festival ini  pasti menyedot ribuan orang dari Mojiang dan sekitarnya untuk
melihatnya secara langsung.

Duh, jadi penasaran ya, seperti apa rasanya bisa melihat
seribuan pasangan kembar langsung di depan mata. Semoga saja kita diberi rezeki
agar bisa melihat langsung festival kembar Mojiang ini di masa depan ya, Millens?
(Arie Widodo/E10)

Inibaru.id – Pada Kamis (1/5/2025) lalu, setidaknya
1.000 pasang orang kembar berkumpul di Mojiang Hani Autonomous County yang ada
di Provinsi Yunnan, Tiongkok. Mereka ikut serta dalam Mojiang International Twins
Festival alias Festival Kembar, Millens.

Festival ini sudah eksis sejak 2005 lalu. Penyebab
diadakannya festival ini adalah karena Mojiang dikenal sebagai daerah dengan
populasi kembar yang sangat banyak, yaitu lebih dari 1.200 pasang.

Bukan hal aneh pula melihat kembar tiga di sana. Makanya, di Tiongkok, Mojiang disebut sebagai ibu kota orang-orang
kembar.

Di Mojiang, Provinsi Yunnan, Tiongkok, setiap tahunnya diadakan Mojiang International Twins Festival alias Festival Kembar. Kali terakhir festival ini diadakan adalah pada 1-3 Mei 2025 lalu.

Sejarah dan Keunikan Festival Kembar di Mojiang Tiongkok

Inibaru.id &ndash; Indonesia memiliki banyak peninggalan candi tapi satu candi yang dinilai paling unik adalah Candi Sukuh. Nggak cuma bentuknya yang mirip dengan Piramida Suku Aztec di Meksiko, relief candi yang ada di Desa Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah ini juga menunjukkan seksualitas secara terang-terangan.
Detik.com (26/5/2017) menulis, Candi Sukuh berbeda dari candi Hindu pada umumnya. Relief dan arca dari candi ini dinilai vulgar dan mengumbar seksualitas seperti menunjukkan alat kelamin pria. Selain itu, kamu juga bisa melihat lambang lingga dan yoni, representasi dari alat kelamin manusia di candi yang dibangun pada abad ke-15 ini.
Lingga dan yoni adalah lambang kesuburan manusia. Lingga adalah simbol dari Dewa Siwa dan Yoni adalah simbol dari Parwati, istrinya. Relief lingga dan yoni terukir di lantai dengan dikelilingi rantai melingkar di bangunan utama.
Secara umum, Candi Sukuh memiliki tiga teras. Teras pertama adalah pintu gerbang, teras kedua berisi arca-arca yang bentuknya nggak lagi utuh, dan di teras ketiga terdapat bangunan utama yang mirip dengan piramida. Di sekitar bangunan utama inilah kamu bisa menemukan arca atau relief dengan unsur seksualitas. Sebagai contoh, ada arca tanpa kepala yang terlihat sedang memegang alat kelamin.
Menurut para arkeolog, berbagai lambang seksualitas di Candi Sukuh ini nggak cuma menunjukkan sisi erotis tapi sebagai simbol kesuburan. Penis dan vagina nggak dianggap sebagai sesuatu yang jorok, melainkan sebagai simbol yang sakral karena melambangkan keberlangsungan hidup manusia secara turun-temurun.
Bahkan, karena dianggap suci, jika kamu melangkahi relief ini, kamu dianggap telah membersihkan diri dari segala kotoran dan meninggalkan hal-hal duniawi, termasuk seksualitas. Karena alasan inilah, candi yang sebenarnya dijadikan tempat ritual ini memiliki arca atau relief dengan lambang seksualitas.
Kalau sobat Millens mau berkunjung ke Candi Sukuh, kamu harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dengan memakai kendaraan bermotor dari pusat Kota Surakarta. Eits, tapi jalan menuju candi ini naik-turun dan disertai tanjakan atau belokan yang cukup tajam. Jadi, pastikan kendaraan yang dipakai dalam kondisi yang prima, ya! (IB09/E04)

Candi-candi di Indonesia biasanya dihiasi dengan arca ataupun relief yang unik. Namun, relief dan arca di Candi Sukuh, Karanganyar berbeda karena dinilai memiliki nilai erotis. Apa sih makna sebenarnya?