Inibaru.id - Bekerja di lingkungan yang nggak sehat atau toxic bisa menjadi ujian berat bagi siapa pun. Tekanan yang terus-menerus, rekan kerja yang saling menjatuhkan, atasan yang nggak suportif, hingga budaya kerja yang nggak manusiawi bisa membuat seseorang merasa terjebak dan kehilangan motivasi. Pertanyaannya, apakah berada di lingkungan kerja seperti ini berarti kita harus menyerah dan keluar?
Sebelum mengambil keputusan drastis, penting untuk memahami apa yang sebenarnya membuat tempat kerja tersebut terasa toxic. Apakah karena konflik personal? Apakah sistem kerjanya yang nggak adil? Atau justru karena ketidaksesuaian nilai antara individu dan perusahaan?
Mengenali akar masalah akan membantu kita menentukan langkah yang tepat, apakah cukup dengan adaptasi, mencari dukungan, atau memang sudah waktunya pergi.
Nggak sedikit orang bertahan karena faktor ekonomi atau tanggung jawab keluarga. Namun, bertahan terlalu lama dalam lingkungan yang merusak kesehatan mental bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Gejala seperti kelelahan emosional, kehilangan rasa percaya diri, hingga gangguan fisik seperti sulit tidur atau nyeri berkelanjutan bisa muncul. Jika sudah sampai tahap ini, mempertimbangkan untuk hengkang adalah pilihan yang layak dan sehat.

Namun, menyerah nggak selalu berarti kalah kok. Dalam konteks ini, menyerah bisa menjadi bentuk keberanian untuk memilih diri sendiri. Meninggalkan pekerjaan yang toxic bukanlah tanda kelemahan, tapi keputusan sadar untuk memperjuangkan kesehatan mental dan kebahagiaan jangka panjang.
Yang penting, sebelum memutuskan keluar, siapkan rencana cadangan: mulai dari menabung dana darurat, memperluas jaringan, hingga mencari peluang kerja yang lebih sehat secara budaya.
Alternatif lainnya, jika memang belum memungkinkan untuk keluar, coba ciptakan batasan yang jelas. Jaga waktu istirahat, batasi interaksi dengan individu toxic, dan cari aktivitas luar kerja yang bisa memulihkan energi. Berbicara dengan rekan terpercaya atau profesional kesehatan mental juga bisa sangat membantu.
Pada akhirnya, setiap orang berhak berada di lingkungan kerja yang sehat dan mendukung. Jika situasi di tempat kerja justru menguras fisik dan emosi tanpa ruang untuk tumbuh, menyerah bukan kegagalan, melainkan itu adalah bentuk perlindungan diri yang bijak.
Kalau kamu berada di lingkungan kerja toxic bakal gimana menyikapinya, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)