Inibaru.id – Bun Ya Ho merupakan salah satu tari yang digunakan Wali Sanga saat menyebarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Nggak heran, tarian ini menjadi salah satu yang ditampilkan dalam tradisi Apitan. Seperti apa sih sejarahnya?
Dalam tarian ini, Bu Yan Ho menampilkan 13 penari. Dua penari laki-laki menjadi pendoa, sementara 11 penari perempuan menjadi pembawa payung.
Nama tarian ini berasal dari bahasa Arab yang berarti mari berbuat kebaikan. Abdul Jalil Tamyiz, ulama dari Bumiayu-lah, yang menjadi pencipta tarian tersebut.
Tari Bun Ya Ho sempat muncul pada masa kemerdekaan. Namun, sayang, tarian tersebut kemudian hilang lagi pada 1960. Untuk melestarikannya, perangkat Desa Megawon, Kecamatan Jati, sejak 2013 silam berusaha membangkitkannya lagi dalam acara seperti Apitan.
Tari Bun Ya Ho. (Budayajawa)
Digelar saban tahun, tradisi Apitan selalu menampilkan hal baru tiap tahunnya. Para 2017, misalnya, puluhan penari yang merupakan perwakilan RT dan anak-anak muda berkumpul di Lapangan Megawon. Mereka kemudian melakukan tarian kolosal Bun Ya Ho yang berkisah tentang sejarah masuknya agama Islam di desa tersebut.
Selain itu, warga juga membawa beragam gunungan berisi sayur dan buah-buahan. Mereka juga membawa makanan khas Desa Megawon, yakni getuk buntel dan juga nasi kepel berisi daging kerbau.
Hm, semoga makin banyak anak muda Kudus yang tertarik melestarikan budayanya ya. Kalau kamu pengin menyaksikan tradisi ini, persiapkan diri plus cari informasinya mulai dari sekarang ya, karena Apitan biasanya digelar setelah Idulfitri tapi sebelum Iduladha. (IB15/E03)