inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Canting Tetap Runcing Selama Pencinta Batik Tulis Belum Habis
Jumat, 2 Okt 2020 16:38
Penulis:
Bagikan:
Nembok, salah satu proses dalam batik tulis yang menggunakan canting. (Wikimedia)

Nembok, salah satu proses dalam batik tulis yang menggunakan canting. (Wikimedia)

Canting di tangan pembatik ibarat kuas bagi pelukis. Batik-batik bernilai tinggi nggak lepas dari kelihaian para pembatik mengulas dan menitik cucuk canting di kain. Nggak sekadar alat, canting juga kaya akan sejarah dan nilai filosofis. Apa saja?

Inibaru.id - Membatik menjadi aktivitas yang lazim dilakukan perempuan Jawa. Konon, hampir semua perempuan kala itu bisa membatik. Setali tiga uang, mereka juga mahir memegang canting, "kuas" yang digunakan pembatik untuk melukis motif batik di kain.

Canting berasal dari bahasa Jawa (canthing) yang berarti alat yang digunakan untuk memindahkan cairan malam untuk membuat batik tulis.

Anatomi canting terdiri atas nyamlung atau penampung tembaga untuk cairan malam. Lalu, ada cucuk atau ujung canting untuk mengeluarkan malam (lilin), serta gagang atau pegangan canting yang terbuat dari kayu atau bambu.

Filosofi Canting

Ilustrasi: Proses membatik. (Jnbatik)
Ilustrasi: Proses membatik. (Jnbatik)

Nggak sekadar alat, bagi masyarakat Jawa, canting juga memiliki nilai filosofis yang cukup luhur. Gagang adalah pondasi atas keyakinan pada Tuhan, sedangkan nyamlung menandakan kebesaran hati. Sementara, cucuk melambangkan kehati-hatian dan "banyak kerja ketimbang bicara".

Selain canting, batik juga sarat akan muatan kejiwaan yang menjadi latar seni dan keindahan. Kata batik berasal dari amba (luas) dan titik (titik). Bisa dibilang, batik adalah kumpulan titik yang membentuk suatu makna pada selembar kain yang luas.

Dalam sejarahnya, para pembatik yang kebanyakan adalah perempuan menuangkan lilin dengan penuh suka cita, sekaligus jengah di tengah kehidupan. Saat amarah memuncak, membatik menjadi media untuk meredakannya, karena membatik menuntut keluwesan, keprigelan, dan kesabaran.

Konon, saat Pakubuwono III nggak lagi memberikan cinta dan kehangatan pada permaisurinya, Ratu Beruk menuangkan keresahannya dalam selembar kain. Inilah ihwal mula motif batik Truntum yang berarti timbul atau berkumpul, menandakan mekarnya kembali cinta raja pada sang istri.

Mulai Tergantikan

Canting elektrik yang lebih modern. (Ist)
Canting elektrik yang lebih modern. (Ist)

Kini, keberadaan canting semakin tergantikan oleh berbagai peralatan modern, termasuk canting yang juga semakin berkembang menjadi lebih mudah digunakan. Sebagian pembatik kini nggak lagi memakai canting konvensional dan menggantinya dengan canting elektrik.

Selain itu, kepopuleran batik tulis juga tersisihkan oleh kemunculan batik cap dan sablon yang lebih cepat pengerjaannya serta lebih murah.

Ah, zaman memang telah berubah. Namun, selama batik tulis masih diminati masyarakat, canting agaknya akan tetap jadi alat untuk menitikkan malam di kain.

Selamat Hari Batik, Millens! Semoga nggak ada lagi pembatik yang gulung kain atau gantung canting! Berdoa, dimulai! (Ser/IB27/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved