Inibaru.id – Produksi minyak sawit di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Tercatat angka produksi minyak meningkat sebesar 35,57 juta ton dari tahun 2016 ke tahun 2017. Peningkatan angka ini nggak hanya berhasil menutupi kebutuhan minyak sawit dalam dan luar negeri, tetapi juga mengorbankan jumlah lahan hijau dan meninggalkan limbah sawit yang cukup banyak.
Salah satu daerah yang juga terkena dampak tersebut adalah Jambi, Sumatra. Melihat kondisi tersebut, salah seorang transmigran dari Sragen, Jawa Tengah, bernama Supari mencoba mengurai permasalahan tersebut dengan mengolah limbah sawit yang terhitung sangat banyak.
Tepatnya di Desa Dataran Kempas, Kabupaten Jabung Barat, Supari mengolah limbah sawit menjadi pupuk kompos. Kelompok Tani Mekar Jaya yang diketuai olehnya nggak hanya fokus pada pertanian sawit, tetapi juga mengolah limbahnya.
Nggak main-main, kini total uang yang bisa diraup dari pupuk kompos limbah sawit itu sebesar Rp 1 miliar. Setiap bulan, Supari memproduksi 1.000 ton (1 juta kg) pupuk kompos. Pupuk tersebut bernilai Rp 1.135 per kg, yang artinya dia bisa mengumpulkan dana sebesar Rp 1.135 miliar per bulan. Wah!
Ditulis Kompas.com (07/05/2018), ide awal pembuatan pupuk tersebut bermula dari pemberian 8 ekor sapi dari PT Wikarya Sakti (WKS) kepada Supari dan Mekar Jaya. Saat itu, dia melihat jumlah kotoran sapi yang melimpah sehingga tercetus keinginan untuk membuat pupuk kompos namun dengan campuran limbah sawit.
Nggak Bisa Instan
Perlu proses panjang hingga akhirnya ditemukan komposisi yang pas untuk mendapatkan pupuk kompos yang baik. Supari dibantu peneliti dari UGM, Unja, dan WKS yang saat itu memberikan pelatihan pengolahan pupuk kompos.
Totalnya 70 persen bahan pupuk berasal dari dari limbah, yang terdiri dari sisa kupasan buah atau jangkos (janjang kosong), abu sisa pembakaran di pabrik kelapa sawit, dan pelepah sawit yang dibuang saat perawatan.
"Sisa kupasan buah 30 persen, 30 persen kotoran sapi. Lalu abu sisa pembakaran 20 persen, hijauan dari pelepah segar 20 persen. (Pelepah diambil dari pohon sawit) karena memang harus di-grooming, di sini sangat melimpah," ujar Marsono, kepala produksi di Mekar Jaya.
Empat macam bahan baku itu diaduk dengan traktor tangan. Setelahnya, hasil adukan ditutup dengan terpal selama proses fermentasi. Proses ini berlangsung minimal selama 21 hari, sampai akhirnya hasilnya dibungkus dan dijual.
Selain Mekar Jaya, WKS juga menumbuhkan kelompok-kelompok tani lain, seperti Karya Trans Mandiri yang ditargetkan memproduksi 600 ton pupuk kompos dari hasil kotoran 80 dombanya, hasil pengembangbiakan domba bantuan sebanyak 30 ekor dan swadaya.
Nah, keberadaan kelompok tani ini diharapkan jadi pengalihan minat bertanam sawit. Pasalnya, banyak petani lokal non-plasma yang masih membuka lahan dengan cara membakar hutan. Wilayah Desa Dataran Kempas sendiri turut terkena dampak asap kebakaran yang puncaknya terjadi pada 2015 silam. Hmm
"Saat itu yang di kota mungkin tidak terlalu terkena dampaknya, tetapi yang hidup di sini mau lari ke mana pun asap mengejar, bahkan mungkin nyawa taruhannya," kata Supari. Yuk berkreasi tanpa merusak alam seperti mereka! (IB06/E05)