Inibaru.id – Nguyup, Kepala suku adat Celitai, bagian dari Suku Anak Dalam yang sejak lama mendiami hutan di Jambi, akhirnya memilih berpindah agama bersama sejumlah kelompoknya. Ia memeluk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Yusuf. Namun, ada kisah memilukan di balik hijrahnya itu.
Dilansir dari BBC Indonesia, Jumat (17/11/2017), Yusuf mengatakan, sekira dua tahun lalu hutan dan kawasan gambut di Jambi menalami kebakaran. Luas areanya mencapai 21.000 kilometer persegi atau 30 kali Singapura.
"Saya takut, kami semua merasa sangat ngeri pada api dan asap di sekeliling kami," kenang Yusuf.
Guna menghindari api, dia dan sebagian besar anggota sukunya kabur ke desa terdekat, sedangkan lainnya lari jauh ke dalam hutan di taman nasional.
"Keputusannya saat itu sangat berat dan sulit. Namun, kami merasa tidak punya pilihan jika kami ingin maju,” jelasnya.
Di desa tempat mereka berlindung itulah proses masuk agama Islam dimulai.
"Setelah beberapa lama, kami ingin mengirim anak-anak kami ke sekolah, tapi guru di sekolah ingin melihat akta kelahiran mereka. Untuk memperoleh akta kelahiran harus ada akta perkawinan dan untuk mendapat akta perkawinan harus memeluk agama yang diakui negara," ungkapnya.
Sebelum MK memutuskan penghayat kepercayaan bisa masuk kolom KTP November lalu, Indonesia hanya mengakui enam agama secara resmi, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
"Kami lalu mengadakan pertemuan suku dan membahas agama apa yang kami pilih. Kami lalu memutuskan memilih Islam," jelas Yusuf.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, Suku Anak Dalam atau Orang Rimba merupakan salah satu suku asli Indonesia yang rawan punah dan sangat menderita.
"Mereka telah sampai pada titik keputusasaan dan mereka melihat bahwa memeluk salah satu agama yang diakui negara mungkin akan menolong mereka keluar dari situasi yang sangat, sangat buruk. Ini masalah bertahan hidup."
Masyarakat di Sumatra yang mayoritas Muslim menjuluki Orang Rimba dengan nama “Kubu”. Antropolog yang sempat tinggal bersama Orang Rimba selama bertahun-tahun, Butet Manurung, mengatakan, mereka disebut begitu karena dianggap belum menjadi manusia.
"Itu artinya mereka sangat kotor, mereka sampah, bahkan jangan dilihat karena terlalu jijik. Kubu juga bisa bermakna primitif, bodoh, dan bau busuk. Evolusinya belum sempurna," terang Butet. (OS)