Inibaru.id – Kota terindah seantero Jawa Tengah, demikian panggilan kesayangan untuk Salatiga, setidaknya sebelum runtuhnya imperium Hindia Belanda. Tampaknya sebutan itu masih lekat di benak warga sebagai sesuatu yang terlalu indah untuk dilupakan.
Sebagai buktinya, kamu bisa menyaksikan banyak fasilitas publik tinggalan Hindia Belanda yang masih bermanfaat hingga kini. Ada bangunan perkantoran pemerintah dan militer, rumah dinas, tempat ibadah, dan beberapa sekolah.
Dilansir dari National Geographic Indonesia (13/07/2015), perkembangan Salatiga tersebut nggak bisa dilepaskan dari perannya sebagai kota garnisun pada pertengahan abad ke-18. Saat itu, Gubernur Jenderal VOC Gustaf Willem Baron von Imhof melakukan ekspedisi melancong perdananya ke beberapa daerah di Jawa Tengah, salah satunya Salatiga.
Kemudian, beberapa daerah tersebut dijadikan jalur logistik militer yang diamankan dengan menempatkan garnisun dan pertahanan benteng. Nggak hanya itu, untuk menopang kebutuhan listrik kota, dibangunlah 10 gardu listrik.
Gardu-gardu listrik ini masih tegak berdiri dan dimanfaatkan ulang oleh PLN menjadi Gerai Daya atau gudang. Bentuknya yang cukup nyentrik, kerap jadi perhatian orang yang baru kali pertama datang ke Salatiga.
Nah, berkunjung ke gardu-gardu listrik tersebut juga bisa jadi pilihan untuk menikmati sore di kota yang berada di kaki Gunung Merbabu ini. Yap, cobalah jalan kaki santai di Kauman, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Diponegoro. Di sana, kamu bisa menjumpai gardu-gardu tersebut sambil mengamati kehidupan di Kota Salatiga.
Gardu Listrik ANIEM Salatiga. (Kompasiana)
Keberadaan gardu-gardu tersebut kini nggak hanya jadi hiasan di Salatiga, tapi jadi cerminan bagaimana kehidupan di sana saat jadi kota garnisun. Yap, tentu saja karena perannya yang esensial sebagai penyokong listrik agar kota tetap menyala.
Bangunan dengan tembok tebal itu didirikan untuk melindungi transformator (alat penurun tegangan listrik) dari cuaca panas maupun hujan. Gardu tersebut dibangun oleh perusahaan swasta asal Belanda yang bernama Algemene Nederlandsche Indische Electrisch Maatscappij (ANIEM).
Satu lagi ynag bikin gardu ini sarat sejarah dan tinggalan budaya lampau, yakni ada tiga kalimat dalam tiga bahasa yang ditulis di dinding luarnya. Kalimat itu berbunyi "Lavens Gevaar Hoog Spaning" dalam bahasa Belanda, "Awas Elektrik Kras" dalam bahasa Indonesia, dan "Sing Ngemek Mati" dalam bahasa Jawa. Lucu!
Tiga kalimat tersebut menyiratkan kehidupan Salatiga saat jadi garnisun. Nggak hanya itu, agaknya pemerintahan Belanda juga memerhatikan kaum buta huruf di Salatiga, sehingga kamu juga bisa menemukan simbol atau tanda petir di sana. (IB06/E03)