Inibaru.id - Bukan Negara Bagian Amerika Serikat, Alaska yang dimaksud adalah akronim Alas Karet (hutan pohon karet). Kawasan ini berada di areal Jl Keling-Jepara KM 31, Desa Kaligarang, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Di lokasi inilah, Festival Kopi #1 Jepara itu digelar, Minggu (1/9).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Sentral Park yang bernaung di bawah PTPN 9 itu berlangsung meriah. Di mulai pukul 09.00, festival itu nggak hanya memamerkan produk-produk kopi asal Bumi Kartini, Millens.
Ada zumba, mini offroad sampai diskusi bersama barista andal Jepara juga lo.

Pengunjung sedang memesan kopi dari sebuah stand di Festival Kopi. (Inibaru.id/ Pranoto)
Supervisor Sentral Park Keling Fata Tri Haswuri mengatakan, kegiatan itu memunyai tujuan untuk memromosikan kopi-kopi lereng Muria, khususnya Jepara.
"Total ada 14 stand yang mengikuti kegiatan ini. Tujuh dari stand khusus kopi dan tujuh lainnya di luar kopi. Tujuannya adalah memfasilitasi sekaligus wadah bagi Coffee Shop dan petani kopi. Harapannya bisa kontinyu (berlanjut)," ucapnya.
Menurutnya, acara ini dikemas secara santai. Acara yang berlangsung hingga pukul 4 sore ini menempatkan stand-stand kopi berjejer di antara barisan pohon karet. Sebagai atap stand, dipergunakan limbah dari tumbuhan serai, yang juga dibudidayakan pada lahan seluas lima hektar.
Fata juga menyebut, kopi-kopi dari Jepara seperti Kopi Tempur sudah dikenal khalayak luas. Dengan acara seperti ini, dia berharap produk Jepara dapat menjangkau lebih luas lagi.

Berbagai jenis kopi di dalam toples kaca. (Inibaru.id/ Pranoto)
"Harapannya kopi dari Jepara dapat dikenal masyarakat banyak. Di Sentral Park ke depannya, kami juga ingin membuat lokasi yang ramah untuk anak, ada mini offroad dan sebagainya," tambah Fata.
Luluk seorang pengusaha kopi asal Desa Kelet, Kecamatan Keling mengaku senang bisa mengikuti ajang tersebut. Selain dapat menjual kopi-kopi hasil produksinya, dia juga bisa bersilaturahmi dengan pegiat kopi.
"Kita kopinya dari Desa Tempur, kemudian kita kemas lagi. Kalau usaha ini baru satu tahun, tapi untuk proses produksi kopi luwak sudah enam tahun," tutur dia.
Menurutnya, kopi Jepara sudah memiliki tempat di hati konsumen. Selain dari kualitasnya yang meningkat, dari sisi harga petani kopi pun banyak yang diuntungkan.
Dia mencontohkan untuk kopi jenis robusta per kilogramnya kini dihargai hingga Rp 100 ribu. Sementara untuk jenis arabika dan luwak, harganya bisa lebih tinggi lagi.
"Pemrosesan pascapanen yang menentukan rasa dan harga. Karena, sekarang petani kopi sudah mulai paham, untuk menjemur biji kopi yang baru dipanen tak boleh beralaskan tanah atau lantai semen. Harus ada alasnya lagi. Karena itu bisa memengaruhi rasa," tuturnya.
Seorang penikmat kopi, Maksum, berkata memang sengaja meluangkan waktu berkunjung ke Alaska. Meskipun jarak dari kediamannya yang bisa mencapai satu jam perjalanan.
"Saya dari Batealit, ke sini ya untuk ini menikmati kopi sekaligus bertemu pegiat-pegiat kopi," pungkas Maksum. Kalau kamu sudah pernah mencicipi kopi dari Jepara belum, Sobat Millens? (Pranoto/E05)